Selasa, 22 November 2011

INDONESIA MENUJU ANGKA 5.000.000 PENYALAHGUNA NARKOBA

Menuju angka 5.000.000 penyalahguna narkoba bukan ungkapan rasa pesimistis. Ini hanya mengingatkan bahwa prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia pada 2015 diproyeksikan sebanyak 5,1 juta orang.

Itu artinya, meningkat sekitar 0,6 persen dibandingkan dengan 2010.

Sekretaris Utama Badan Narkotika Nasional Bambang Abimanyu mengatakan, peningkatan prevalensi penyalahguna narkoba tersebut akan terjadi jika tidak ada upaya pencegahan.

Dalam forum silaturahim media massa bertema "Mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba melalui optimalisasi Inpres Nomor 12 Tahun 2011", di Yogyakarta, Senin (21/11), Bambang menyebutkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia (UI) Jakarta menunjukkan pada umumnya penyalahguna narkoba adalah para pekerja yang berpendidikan sekolah menengah, baik sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA).

"Ada empat sasaran kerawanan yang harus digarap untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, yakni sekolah menengah, perguruan tinggi, pekerja pemerintah, dan swasta," katanya.

Ia mengatakan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan masalah global, dan menjadi ancaman serius bagi bangsa dan negara, sehingga harus ada upaya pencegahan.

"Jenis narkoba yang sering disalahgunakan dan diedarkan secara gelap antara lain ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, hashish, dan kokain. Namun, ada empat jenis yang perlu mendapat perhatian, yakni ganja, ekstasi, sabu-sabu, dan heroin," katanya.

Menurut dia, dilihat dari segi peredaran, pintu masuk menuju negara Indonesia sangat banyak, baik dari laut, darat maupun udara yang tidak semuanya dapat diawasi. Hal itu juga didukung oleh lemahnya pengawasan oleh oknum pemerintah dan aparat penegak hukum.

Oleh karena itu, kata dia, untuk lebih memfokuskan pencapaian Indonesia negeri bebas narkoba diperlukan kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara.

Bambang mengatakan diperlukan langkah yang sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional P4GN 2011-2015 yang meliputi bidang pencegahan, yakni menjadikan masyarakat tahu dan paham serta memiliki keterampilan menolak narkoba.

Bidang pemberdayaan masyarakat yakni menggerakkan seluruh komponen bangsa untuk menciptakan lingkungan bebas narkotika melalui kegiatan tes narkoba, bidang rehabilitasi berupaya agar para pengguna tidak kambuh melalui kegiatan pemulihan dan pembinaan lebih lanjut.

Kemudian Bidang pemberantasan bertugas mengawasi pintu-pintu masuk dan tempat rawan narkoba seperti tempat hiburan dan tempat pembuatan narkoba.

Menurut dia, para tersangka yang tertangkap akan disita aset-asetnya, sehingga kekuatan jaringan akan lumpuh.


Perhatikan HAM

Sementara itu, mengenai pelayanan rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba, menurut Deputi Rehabilitasi BNN Kusman Suriakusumah, harus memperhatikan hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai kemanusiaan.

"Dalam konteks ini, perencanaan rehabilitasi harus tepat dan berdasarkan penilaian serta diagnosis berbagai kebutuhan individu," katanya dalam forum silaturahmi media massa bertema 'Mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba melalui optimalisasi Inpres Nomor 12 Tahun 2011', di Yogyakarta.

Oleh karena itu, menurut dia, lembaga-lembaga yang memungkinkan penyelenggaraan program rehabilitasi seperti rumah sakit, puskesmas, panti sosial, rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga keagamaan, baik milik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat perlu diperkuat.

"Ketersediaan layanan rehabilitasi meliputi gawat darurat narkoba, detoksifikasi, rawat jalan bebas zat, rawat jalan rumatan, rehabilitasi residensial, layanan pascarawat, dan layanan komplikasi," katanya.

Ia mengatakan ketersediaan layanan rehabilitasi dalam jajaran Kementerian Kesehatan meliputi rehabilitasi rawat inap, rawat jalan, dan detoksifikasi serta program terapi rumatan metadon.

Layanan rehabilitasi rawat inap, rawat jalan, dan detoksifikasi tersedia di rumah sakit ketergantungan obat dan 32 rumah sakit jiwa di 26 provinsi, kecuali Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua Barat, Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Banten, dan Kepulauan Riau.

Kemudian layanan rehabilitasi program terapi rumatan metadon tersedia di 68 klinik di 13 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatra Utara, dan Kepulauan Riau.

Selain itu, juga tersedia di rumah sakit ketergantungan obat, empat rumah sakit jiwa, 22 rumah sakit umum, 32 puskesmas, dan sembilan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.

Menurut dia, gangguan penggunaan narkoba adalah suatu penyakit kronis kambuhan, sehingga rehabilitasi perlu berkesinambungan agar dapat mempertahankan perilaku yang sehat dan aman.

"Pilihan rehabilitasi perlu bervariasi untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan pasien. Indikator keluaran program rehabilitasi adalah perubahan perilaku, proses pikir, dan emosi," kata Kusman.


Berdayakan masyarakat

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri punya cara dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan serta peredaran gelap narkoba. Caranya yaitu jajaran Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemberdayaan masyarakat dalam upaya tersebut.

"Upaya itu dilakukan dengan cara membangun dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat di provinsi ini terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba," kata Kepala BNNP DIY Budiharso.

Selain itu, menurut dia, juga dilakukan dengan cara mendorong peran masyarakat DIY dalam menciptaan lingkungan bebas narkoba, melaksanakan sosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, dan pembentukan kader antinarkoba.

"Upaya lainnya adalah pengintegrasian materi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dalam kurikulum sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), serta mendorong peran aktif masyarakat untuk melaksanakan P4GN," katanya.

Ia mengatakan untuk pencegahan selalu ditanamkan suatu keyakinan bahwa DIY yang terkenal sebagai kota pelajar itu dapat bebas dari penyalahgunaan narkoba jika dilakukan secara bersama.

Untuk itu, menurut dia, dalam mengimplementasikan program, diusahakan saling mengisi dan menghindari adanya duplikasi. Dalam melaksanakan program pencegahan selalu bersama dengan instansi pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat, dan komponen masyarakat.

Menurut Budiharso, kegiatan difokuskan dalam bidang pencegahan terutama bagi pelajar tingkat SMP dan SMA sederajat, mahasiswa, pekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta, lingkungan rumah tangga, dan masyarakat umum.

"Kegiatan yang bersifat preventif ini diharapkan dapat mempertahankan warga yang belum menyalahgunakan narkoba tetap sehat, dan tidak menyalahgunakan atau mengedarkan narkoba secara ilegal, serta dapat menekan laju prevalensi penyalahguna narkoba," katanya.

Ia mengatakan dalam bidang rehabilitasi, BNNP DIY mendukung upaya yang dilakukan instansi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Di DIY terdapat sembilan tempat rehabilitasi termasuk Rumah Sakit Jiwa Ghrasia, Rumah Sakit Sardjito, dan Panti Sosial Pamardi Putra.

"Sejak 2009 hingga saat ini penyalahguna narkoba di DIY yang dapat dirawat baru sekitar 780 orang dari 68.980 orang. Kami berharap mereka sudah sembuh dan tidak kambuh lagi," kata Budiharso. (Oleh Masduki Attamami)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)