Rabu, 29 Februari 2012

Kontes burung paling ANEH dan LUCU

Ini lah kontes burung yang pernah ada dan mungkin paling aneh sejagat rayaa..... huahahaa..... kontes ini sendiri di ikuti kurang lebih 10 ekor burung yg pastinya sudah terlatih. tempat dan lokasinya sendiri lumayan strategis dan menyenangkan, karna selain tempat berlangsung nya kontes burung, juga sebagai tempat wisata mandi bareng.... okee... klo tidak percaya, lihat gambar berikut...

Baca Selengkapnya

Selasa, 28 Februari 2012

Parpol Turun dan BBM Naik


Kecewa, benci, sumpah serapah, bosan, rasa anti (antipati), muak, hingga alergi adalah seonggok rasa tidak suka kepada sesuatu. Ya, tidak suka!

Rasa itu sesungguhnya mewakili stok kesabaran yang sudah habis, tidak ada kompromi, tidak ada toleransi. Gambaran semacam itulah yang kini tercermin dalam pandangan masyarakat atau publik terhadap partai politik.
Tapi, gambaran itu bukan sekadar sikap "alergi" yang emosional, namun Lembaga Survei Indonesia (LSI-lembaga), Lingkaran Survei Indonesia (LSI-lingkaran), dan CSIS sudah melakukan survei untuk itu.

Perbandingan kesukaan masyarakat terhadap parpol dari Juni 2009 dengan Februari 2012 adalah 21 persen (2009) menjadi 13,7 persen (2012) dalam versi LSI-lembaga.

Dalam versi LSI-lingkaran mencatat 20,5 persen (2009) menjadi 13,7 persen (2012), sedangkan CSIS mencatat 20,85 persen (2009) menjadi 12,6 persen (2012). Jadi, citra parpol di mata masyarakat memang turun di kisaran 7-8 persen.

Kenapa citra parpol bisa merosot sebegitu tajam ? LSI-lembaga mencatat sentimen kepada sikap politisi dan tren negatif penegakan hukum merupakan penyebabnya.

Namun, LSI-lingkaran mencatat kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat adalah penyebabnya, sedangkan CSIS lebih menyoroti sikap politisi sebagai penyebabnya, karena penurunan terjadi hampir pada semua parpol, kecuali PPP dan Gerinda.

"Tapi, jeleknya parpol hendaknya tidak diikuti dengan keinginan untuk membubarkan parpol, karena demokrasi itu menghendaki perimbangan kekuasaan. Kalau tidak ada parpol, maka birokrasi akan seenaknya," ucap Ketua MK Prof Mahfud MD.

Oleh karena itu, parpol sejelek apapun tetap penting. "Kalau kita tidak suka partai politik, maka kita bisa memilih gerakan politik," tukas Ketua MK Prof Mahfud MD dalam seminar pada Kongres I ISNU di Lamongan (18/2/2012).

Ketua Dewan Kehormatan PP ISNU 2012-2017 itu mengatakan gerakan politik itu antara lain organisasi kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah, ISNU, dan sebagainya. Atau, LSM, media massa, dan sebagainya.

"Kalau tidak lewat parpol, maka kita ngomong lewat media massa saja sudah bisa mempengaruhi proses politik yang berlangsung. Kita pilih ngomong atas nama gerakan politik sambil menyehatkan partai politik yang ada," timpalnya.

Agaknya, "pembelaan" Prof Mahfud MD itu akan sia-sia bila parpol sendiri tidak ada ihtiar untuk melakukan revolusi yakni revolusi pola rekrutmen yang "bersih" dari politik uang !

"Saya setuju dengan Pak Marzuki Alie (Ketua DPR RI), UU Parpol perlu dibenahi dan politik juga perlu didekatkan dengan agama," tutur mantan politisi PKB dan mantan Menhan itu.

Ia mengaku mayoritas politisi di DPR itu masih baik, tapi ada sekitar 100 politisi yang tidak baik dan mereka menguasai segala lini, sehingga DPR pun terkesan jelek.

"Karena itu, pola rekrutmen parpol harus disehatkan dengan UU yang baik, misalnya negara ikut membiayai kegiatan parpol atau bahkan proses pilkada. Tapi, ajaran agama yang menjiwai juga penting, misalnya disebutkan bahwa meraih kekuasaan dengan suap itu masuk neraka, baik pelaku suap atau penerima suap," kilahnya.

Revolusi kebijakan
Bukan hanya pola rekrutmen kader parpol yang harus direvolusi, tapi parpol juga harus merevolusi keberpihakan terhadap rakyat yang diwakilinya. Atau, parpol memang ingin rakyat tetap "alergi" kepadanya hingga suara atau citra parpol benar-benar terjungkal ?!

Revolusi keberpihakan kepada rakyat itu antara lain terlihat dari "pembelaan" kepada kepentingan rakyat terkait rencana kenaikan harga BBM secara bertahap pada April mendatang. Ya, suara parpol turun, tapi harga BBM naik !

Tentu, parpol bisa saja menolak "BBM Naik" untuk mendongkrak suara/citra "Parpol Turun" dengan cara "memainkan" kemiskinan rakyat (akibat inflasi bahan kebutuhan pokok) untuk secuil simpati. Kalau menggunakan "cara murahan" seperti itu ya anak SD pun bisa.

"Subsidi BBM itu tidak mendidik, tapi kenaikan BBM itu juga harus dilakukan secara bertahap dan subsidi yang sudah ditiadakan harus dialihkan sebagai subsidi dalam bentuk pemberdayaan," tukas Kepala Pusat Studi Energi ITS, Dr Ir Prabowo M Eng, di sela-sela memandu dialog ahli energi Jepang, Dr Kenzo Tsutsumi, di Rektorat ITS (23/2).

Menurut Prabowo, "subsidi" BBM yang diubah kepada "subsidi" pemberdayaan itu penting untuk dua alasan yakni stok BBM berbentuk fosil memiliki keterbatasan waktu dan subsidi pemberdayaan justru lebih mendidik atau mempersiapkan rakyat untuk lebih dapat menjangkau harga BBM seberapa pun.

"Tapi, subsidi pemberdayaan itu bukan berbentuk ikan seperti BLT (bantuan langsung tunai), tapi harus berupa kail/pancing seperti program pelatihan wirausaha dan pendirian sentra industri UKM," kilahnya.

Intinya, kalau rakyat diberdayakan dengan diberi kail dan bukan ikan, maka dia akan sejahtera, sehingga fluktuasi harga BBM akan tetap dapat dijangkau masyarakat. "Kalau hanya BLT ya hanya sesaat, beda kalau diberi pekerjaan," katanya.

Namun demikian, katanya, kenaikan itu sebaiknya dilakukan secara bertahap, karena masyarakat kecil tidak memiliki kesiapan yang besar.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah transparansi dan energi alternatif. Transparansi itu mencakup uang pengalihan subsidi itu untuk apa saja," kata ahli energi yang juga dosen Teknik Mesin FTI ITS itu.

Untuk kepentingan penyediaan energi, katanya, energi alternatif atau energi terbarukan hendaknya menjadi pilihan pemerintah untuk menggantikan energi fosil yang dipakai selama ini.

"Kita memiliki banyak sumber energi terbarukan, bahkan kita lebih unggul dari negara lain, misalnya energi surya, energi alternatif yang bersumber dari laut, dan banyak lagi. Yang penting jangan nuklir, karena Jepang saja sudah berupaya meninggalkan energi itu," katanya.

Senada dengan itu, dosen senior Unair yang juga Pembina Ikatan Alumni Unair Drs Mashariono MM menegaskan bahwa kenaikan BBM merupakan langkah terbaik, namun langkah itu perlu dilakukan dengan bijak.

"Caranya bisa dengan menaikkan harga BBM secara bertahap, melakukan pembatasan mobil pribadi untuk diarahkan membeli Pertamax, mendorong gas atau energi altenatif lainnya, dan membenahi moda transportasi massal, kemudian kompensasi dari kenaikan BBM itu juga harus ada," katanya.

Ia menyebutkan kompensasi paling baik adalah penyediaan lapangan kerja. "Untuk itu, pemerintah bisa mendirikan pabrik baru, sentra UKM, pelatihan UKM, dan semacam itu," kata ahli ekonomi Unair yang juga dosen STIESIA Surabaya itu.

Ya, parpol tidak boleh memanfaatkan "BBM Naik" sebagai isu untuk menaikkan suara/citra "Parpol Turun", karena orang-orang parpol bukanlah anak kecil, namun justru mendorong revolusi kebijakan yang solutif dan bukan kebijakan "bongkar-pasang" yang akhirnya membuat rakyat bisa "alergi" lagi.
(T.E011/E001)
Sumber : ANTARA BENGKULU

Baca Selengkapnya

Lagi Galau, kau kuserang


Ngejreng sebagai film drama keluarga tahun 1980-an, "Bonanza", dengan latar dunia koboi berusaha ngotot memikat publik global semasanya dengan melego rasa damai di tengah aksi baku tembak berlogo "Welcome to the Ponderosa".

Empat pria koboi dengan beragam usia, sebut saja Ben Cartwright yang diperankan oleh Lorne Greene sebagai kepala keluarga, dan ketiga putranya, yakni Adam (Pernell Roberts), Hoss (Dan Blocker), dan Little Joe (Michael Landon), mengesankan bahwa di tengah dunia serba dar, der, dor, milikilah hati yang damai dan nurani yang bening.
Sempat dituding sebagai "junk TV", karena film serial Bonanza dianggap sebagai kampanye kelompok tuan tanah, film itu terus dipompa sebagai kampanye mujarab memberantas kepura-puraan. Pura-pura berdamai, padahal hati mendendam. Pura-pura bersuka cita, padahal nurani doyan bohong.

Penuh kepuraan-puraan awal dari premanisme yang berbuah ketidaktenteraman. Kepura-kepuraan, meminjam narasi dunia jejaring sosial anak baru gede, dilafalkan sebagai "Aku galau, kau kuserang." Ups...begitu?

Saksikan sendiri aksi premanisme belakangan ini. Upaya tiada henti menggeledah kepura-puraan sana sini dari berbagai kasus korupsi di negeri ini seakan tercekat ketika tersembul aksi kekerasan antar manusia sebagai luapan hasrat purba dari sang makhluk citra Ilahi.

Aku galau, kau kuserang. Manusia saling membantai dan saling meluapkan kebencian dengan baku bunuh. Darah tertumpah, kolong langit basah oleh percik darah sesama.

Mereka saling berselisih paham kemudian berujar di gelanggang kata, Aku galau, kau kuserang. Kosa kata mereka tiga saja: habisi, habisi, habisi.

Baku serang kemudian baku bunuh. Dua orang dibantai di Rumah Duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Sekitar pukul 02.30 WIB, sekelompok orang menyerang belasan pelayat di Ruang A, Rumah Duka RSPAD. Mereka datang bersekutu dengan menumpang taksi. Mereka bersenjatakan parang. Dan, parang itu berkata-kata.

Darah lagi-lagi tertumpah. Syaiful Munif, 13 tahun, siswa kelas 6 SDN Cinere 01 Depok, Jawa Barat, ditusuk oleh Am (13) sebanyak 11 kali pada bagian vitalnya. Korban selamat, kondisi Syaiful sampai Jumat (23/2) sudah membaik. Tim medis Rumah Sakit Fatmawati menyatakan korban selamat karena kebesaran Tuhan.

Spiral kekerasan berbalut kebencian beraksi. Publik menyebutnya sebagai aksi hati galau lalu menyerang sesama. Pemimpin kelompok pemuda asal Pulau Kei, Maluku, John Kei dicokok di kamar 501 Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur, Jumat malam (17/2). Ia terkait kasus pembunuhan Direktur Utama PT Sanex Steel Indonesia Tan Harry Tantono alis Ayung.

Untuk memutus aksi kekerasan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta aparat keamanan lebih aktif mengantisipasi aksi kekerasan, memberantas slogan maut pemupus nyawa

"Saya sudah menyampaikan beberapa kali, sangat ingin aparat keamanan menghentikan aksi kekerasan yang akhir-akhir ini terjadi di beberapa tempat. Laksanakan antisipasi dengan benar, tangani secara profesional, dan selesaikan itu dengan tuntas," kata Yudhoyono.

Dilancarkanlah operasi keamanan, salah satunya Operasi Kilat Jaya 2012 untuk menumpas premanisme dan membumihanguskan rasa hati yang merasa galau lalu menyerang sesamanya. Meskipun gerombolan perampok bersenjata senapan dan martil masih saja mengancam publik di kawasan bandara, pelabuhan, terminal bus, dan pertokoan.

Mengapa premanisme masih saja meneror publik? "Premanisme telah mengakar dan menjamur. Kalau polisi tidak tidak tegas dan konsisten, ini akan berlanjut dan labih brutal lagi," kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.

Di Mabes polri, Kapolri Jenderal Timur Pradopo berjanji akan memberantas premanisme. "Polri tidak sanggup bertindak sendirian. Masyarakat harus ikut berpartisipasi, " kata Kapolri menegaskan.

Anatomi dari hati galau, yakni menyerang sesama atau memilih berpura-pura, itulah rumus premanisme di era jejaring sosial. Dengan menyerang penentang, mereka berusaha memperlihatkan bahwa dirinya adalah orang yang harus seakan-akan perlu dihormati, karena itu perlu formula kata-kata yang menyanjung citra diri.

Dengan menggunakan bahasa, rasa galau menyambangi sosok rentan untuk memperoleh pengakuan diri. Hasrat akan pengakuan (desire of recognition), menurut filsuf Hegel, lantas dijelaskan sebagai hasrat seseorang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya, lewat kegiatan berbahasa.

Pelaku premanisme berusaha terus mendapatkan kepastian dirinya lewat kegiatan berbahasa. Sejarawan Kojeve berujar bahwa pemenuhan hasrat negativitas dalam penghancuran akan sesamanya bermuara dari krisis diri, krisis pengakuan akan diriku sebagai "aku".

Nah, premanisme bermuara dari krisis berbahasa, krisis diri yang terus mematut-matut diri di cermin yang retak, bahwa Aku galau, maka kau kuserang. "Welcome to the Ponderosa". Selamat datang di dunia Bonanza.
(T.A024/Z003)
Sumber : ANTARA BENGKULU

Baca Selengkapnya

Teknik penanganan bencana


Kegiatan ekstrakurikuler kesiapsiagaan terhadap bencana di kalangan pelajar sekolah dasar merupakan hal yang mengasyikan karena selain belajar teknis penanganan bencana mereka juga bisa bermain.

"Kesiapsiagaan terhadap bencana ini sudah kami masukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler siswa yang dilaksanakan pada hari libur dan hari Minggu. Di sini siswa dapat belajar sekaligus bermain dengan pelajar lainnya," kata Hendriyati, fasilitator kesiapsiagaan bencana SDN 06 Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejanglebong, yang dijadikan sekolah percontohan nasional untuk wilayah Provinsi Bengkulu, Selasa.
Pada kegiatan tersebut kata dia, siswa diajari cara menyelamatkan melalui jalur-jalur evakuasi yang ada di daerah itu, kemudian menolong orang lain dan mencari bantuan saat terjadi bencana alam gempa bumi atau gunung meletus sehingga jika terjadi bencana serupa mereka dapat mempraktikkannya.

Dari 218 orang siswa di sekolah itu saat ini yang sudah mengikuti pelatihan simulasi bencana dan penanggulanggan baru pada 28 orang berasal dari kelas IV hingga kelas VI, sedangkan mulai tahun ini kegiatan itu akan melibatkan seluruh kelas.

Selain berlatih memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), mereka juga bisa bermain monopoli siaga bencana dan kegiatan pramuka yang hampir mirip satu dengan lainnya sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan tersebut karena tidak akan mengurangi prestasi pelajaran pokok di sekolah.

Sekolah itu sendiri sejak 2009/2010 sudah dijadikan sekolah siaga bencana (SSB) bersama dengan 18 sekolah lainnya di Rejanglebong oleh PMI setempat bekerja sama dengan palang merah Jerman (GRC).

Tidaklah sulit untuk menjalankannya. Mereka juga siap memberikan pelajaran ke sekolah lainnya mengingat teknis penanganan bencana alam terutama gunung meletus harus mereka pelajari setiap saat mengingat wilayah desa mereka yang berada di kaki gunung api Bukit Kaba.

Sementara itu Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) bidang PMR dan relawan Muhammad Muas mengatakan, terpilihnya SDN 06 Desa Sumber Urip menyisihkan 75 sekolah lainnya di Bengkulu mulai dari tingkat SD hingga SMA.

"Sekolah ini merupakan yang terbaik dan terlengkap di Bengkulu dan di Indonesia setelah sekolah yang ada Jawa Tengah," katanya.

Selain itu sekolah ini juga dipilih karena dekat dengan lokasi rawan bencana yakni Gunung Api Bukit Kaba sehingga dijadikan percontohan sekolah siaga bencana nasional, terangnya.
(KR-NMD/I016)
Sumber : ANTARA BENGKULU

Baca Selengkapnya

Penyatuan Tafsir putusan MK


Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada Jumat (17/2) telah menimbulkan sikap multitafsir di masyarakat.

Ada anak yang diakui secara perdata dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) melalui lembaga perkawinan, namun juga ada anak diluar nikah diakui punya ikatan secara perdata dengan orang tuanya.
Meskipun Kementerian Agama sebelum keputusan MK itu keluar dimintai pendapat, putusan MK -- yang diakui Mahfur MD sebagai putusan revolusioner -- itu harus dihormati karena bermaksud melindungi anak. Anak lahir karena kehendak Ilahi, tak bisa memilih dari mana dan dimana harus lahir.

"Kita sampaikan argumentasi, mengapa dari sisi hubungan anak harus diakui secara hukum positif. Ruh dari UU perkawinan 1974 adalah bagaimana pernikahan Islam juga dilegalkan administratif kenegaraan," kata Bahrul Hayat kepada pers usai mendampingi Menteri Agama Suryadharma Ali menerima delegasi Komisi Pengawasan Pelaksana Konstitusi Afghanistan di kantor Kementerian Agama, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin.

Orang tua bisa mengklaim dengan membuktikan secara medis bahwa anak itu punya hubungan darah dengan seorang ayah, apa pun bentuk hubunganya. Apakah bentuknya peristiwa nikahnya secara Islam tapi tidak terdaftar. Atau tafsir lainnya juga termasuk nikah diluar secara islam atau tidak terdaftar, katanya.

"Kita proteksi anak karena tidak berdosa dan dia akan dipertalikan perdatanya dengan pihak yang secara medis dibuktikan. Tapi ada dampaknya seolah-olah ini legalisasi terhadap anak di luar nikah atau nikah di luar hukum islam tapi tidak dicatat di KUA," ia menjelaskan.

Bahasa lainnya, kata dia, di satu sisi positif karena anak terlindungi selama dapat dibuktikan hubungannya. Disisi lain, seolah legalisasi nikah siri, sehingga ada anggapan di masyarakat putusan MK melemahkan No.1 UU tahun 1974.

Dipertimbangkan
Seorang ulama dari Cilacap, KH Maslahudin kepada ANTARA mengatakan, putusan MK yang mencabut Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perlu dipertimbangkan lebih dalam lagi.

"Saya kurang begitu sependapat, perlu dipertimbangkan lebih dalam lagi. Ini sangat penting karena berkaitan dengan faktor gen serta sangat diperhatikan oleh Al Quran dan Rasulullah, jadi tidak segampang itu," kata Maslahudin, di Cilacap, Minggu.

Dalam Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini disebutkan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Pencabutan pasal tersebut dinilai dapat "melegalkan" anak dari hubungan di luar perkawinan termasuk berdampak pada kebebasan remaja melakukan hubungan intim dengan kekasihnya.

Menurut dia, ada beberapa ulama yang sangat tegas dalam masalah perkawinan.

"Jangankan kawin dengan orang lain. Seorang laki-laki yang menghamili seorang perempuan di luar nikah yang kemudian dinikah, tetapi belum sampai batas waktu yang ditentukan telah lahir, kebanyakan ulama berpendapat itu bukan termasuk keturunan lelaki tersebut," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, seorang anak dapat disebut sebagai keturunan laki-laki tersebut jika terlahir dalam kurun waktu minimal enam bulan setelah menikah.

Akan tetapi jika lahirnya kurang dari enam bulan setelah menikah, lanjutnya, anak itu tidak bisa dikatakan sebagai keturunan laki-laki tersebut meskipun sebenarnya dia yang menghamili istrinya sebelum mereka menikah.

"Maka, yang namanya pencatatan nikah, tanggal, waktu, jam, itu sangat menentukan karena dari detik itu dihitung sampai enam bulan utuh atau 180 hari. Kalau anak itu lahir kurang dari 180 hari setelah menikah, laki-laki tersebut tidak bisa dikatakan sebagai ayahnya meskipun dia yang menghamili," kata Maslahudin menegaskan.

Dengan demikian jika anak yang terlahir berkelamin perempuan, kata dia, laki-laki yang sebenarnya merupakan ayah biologisnya tidak berhak menjadi wali ketika anaknya menikah.

"Apalagi kalau anak dari hubungan di luar nikah. Tetapi kondisi sekarang, yang namanya pergaulan bebas itu sangat sulit dikendalikan," katanya.

Oleh karena itu, dia mengharapkan para kiai Nahdatul Ulama (NU) dapat berkumpul guna membahas putusan MK tersebut sehingga ada solusi dalam permasalahan ini.

Dia mengakui, baru beberapa saat mendengar adanya putusan MK yang mencabut Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun NU sangat hati-hati dalam menentukan sikap.

"Di NU ada "bahtsul masail" untuk membahas apa yang sedang terjadi. Biasanya, nanti ada yang berpendapat boleh, ada yang berpendapat tidak boleh, pendapatnya beda-beda. Pendapat yang paling banyak, itu yang dipakai," kata Maslahudin yang juga Ketua Pengurus Cabang NU Kabupaten Cilacap.

Disinggung mengenai pembagian warisan bagi anak dari hubungan di luar perkawinan, dia mengatakan, dalam ajaran Islam, anak tersebut hanya berhak mendapat warisan dari ibunya, sedangkan dari ayahnya tidak berhak.

Riskan
Sebelumnya Muslimat Nahdlatul Ulama (26/2) menilai putusan MK mengenai status anak yang lahir di luar nikah sangat riskan, terutama jika dikaitkan dengan hukum Islam.

Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengakui putusan MK terkait dengan uji materi Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sangat baik ditinjau dari sisi kemanusiaan dan administrasi negara.

"Tapi niat baik ini bisa jadi justru menjerumuskan pada akhirnya," katanya. Sebelum diuji materi, Pasal 43 Ayat (1) menyebutkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.

Sementara setelah diuji materi menjadi anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tua biologis dan keluarganya dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk memperoleh pengakuan dari ayah biologisnya melalui ibu biologisnya.

Argumentasi yang melandasi keputusan ini, antara lain bahwa setiap anak adalah tetap anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan yang sah atau di luar itu.

Anak juga berhak memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan pengangkatan anak. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM).

"Padahal, anak yang dilahirkan kurang dari enam bulan setelah akad nikah, menurut jumhur ulama tidak bisa dinasabkan kepada ayah biologisnya," kata Khofifah. Konsekuensinya, anak yang lahir di luar perkawinan, tidak memiliki hak waris dan perwalian dari ayah biologisnya.

"Kalau si anak hasil hubungan di luar nikah ini menikah dan bapak biologisnya menjadi wali, maka tidak sah pernikahannya," kata Khofifah.

Oleh karena itu, Muslimat NU mendorong agar dilakukan koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Mahkamah Konstitusi, Majelis Ulama Indonesia, dan ormas Islam untuk mencari jalan keluar yang tepat dalam penataannya.

Seperti diberitakan sebelumnya, keluarnya putusan tersebut dilatarbelakangi gugatan dari pedangdut era 1980-an, Machica Mochtar. Istri siri mendiang mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Ia menggugat Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan ke MK.

Machica meminta dua pasal itu dihapus, karena dirinya merasa dirugikan, khususnya mengenai hak untuk mendapatkan status hukum anaknya, Muhammad Iqbal Ramadhan.

Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa pokok permasalahan hukum mengenai anak yang dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai makna hukum (legal meaning), frasa ¿yang dilahirkan di luar perkawinan¿. Untuk memperoleh jawaban dalam perspektif yang lebih luas perlu dijawab pula permasalahan terkait, yaitu permasalahan tentang sahnya anak.

Secara alamiah, tidaklah mungkin seorang perempuan hamil tanpa terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa baik melalui hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara lain berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan.

Oleh karena itu, tidak tepat dan tidak adil manakala hukum menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut sebagai ibunya.

Tindak lanjut
Ketua MK, Mahfud MD, mengimbau Menteri Agama Suryadharma Ali dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi agar segera menindaklanjuti putusan MK terkait dengan putusan uji materi atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Saya megimbau Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri segera mengatur masalah-masalah teknis administrasi agar UU dapat segera diimplementasikan," kata Mahfud pada peresmian gedung operasional NU di Jakarta, Senin (27/2).

Menyangkut soal kewarganegaraan dan kependudukan, menurut Mahfud, harus ditangani oleh Mendagri, sementara mengenai hak-hak keperdataan harus ditangani oleh Menag.

Selama ini, dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 Ayat 2 dan pasal 43 Ayat 1 dinyatakan bahwa anak yang lahir dari luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata kepada ibu dan keluarga ibu.

Putusan MK dalam "Judicial Review" Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan UU Perkawinan terkait pasal-pasal tersebut, melanggar konstitusi.

Menanggapi sikap Muslimat Nahdlatul Ulama yang menilai putusan tersebut sangat riskan, Mahfud MD menilai apa yang dikemukakan Muslimat tidak salah.

"Saya rasa Muslimat betul, mereka tidak menolak putusan hanya ada masalah-masalah teknis yang harus segera dibicarakan," kata Mahfud.

Mahfud menambahkan, jika ada pihak-pihak yang khawatir putusan ini dapat menjadi pembenaran bagi perzinahan, maka mereka tidak perlu khawatir.

"Intinya, putusan ini untuk membantah seseorang bisa melakukan hubungan gelap dengan mudah, karena siapa pun yang berzina tidak bisa lari dari tanggung jawab karena akan dikejar hukum sesuai konstitusi dan UU kewarganegaraan terbaru," kata dia.

Lebih lanjut Mahfud menjelaskan pelanggaran atas UU Perkawinan yang baru tersebut dapat digugat secara perdata ke pengadilan agama.
(T.E001/A011)
sumber : ANTARABENGKULU

Baca Selengkapnya
COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)