Dalam dunia Internet/WEB, aku rasa tidak ada yang tidak kenal dengan SEO... kepanjangan dari SEO adalah Search Engine Optimization yang kira-kira artinya Peningkatan pada Mesin Pencarian, yaitu Google. SEO itu sendiri sangatlah penting untuk kita pelajari, agar WEB atau Blog kita di kenal oleh masyarakt luas di jagat raya ini...
Entah karena web Kita masih sepi kunjungan, riset kata kunci yang salah, atau apapun itu. Tapi satu yang perlu saya garis bawahi adalah, jika Kita memang sungguh-sungguh dalam SEO, maka hendaknya Kita memasarkan produk bagus yang berkualitas tinggi dan satu lagi UNIK dan sangat dibutuhkan dipasaran.
Maka dengan sendirinya, Pencarian WEB kita pada mesin pencarian, yaitu Google.. Akan meningkat....
Selain itu, Kita juga di anjurkan selalu Update dalam postingan dengan kabar-kabar terbaru, baik itu dalam bentuk Kabar, Barang, jasa, dll... dan yang tidak kalah pentingnya adalah, kita harus tahu dan paham apa yang jadi tofik hangat yang sering di bicarakan oleh masyarakat umum, dengan demikian hal tersebut akan memudahkan kita dalam menentukan Kata Kunci untuk setiap postingan yang akan kita terbitkan.
Jumat, 09 Desember 2011
Belajar SEO
MANFAATKAN KELEMAHAN KEUANGAN NEGARA
Seorang perwira tinggi TNI Angkatan Darat ketika menjadi sekretaris militer kepresidenan antara tahun 2002-2004 pernah bercerita sambil tersenyum-senyum tentang gaji yang diperolehnya dari negara.
"Gaji saya sebagai seorang mayor jenderal adalah sekitar Rp7 juta tiap bulannya," kata purnawirawan tersebut yang kini duduk sebagai wakil rakyat di DPR mewakili sebuah partai politik besar. Sekalipun mengaku gajinya sudah jutaan rupiah per bulannya, ia menyebutkan jumlah itu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena beberapa anaknya sedang sekolah dan berkuliah.
Apa sih menariknya cerita tentang gaji seorang jenderal tersebut?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK beberapa hari lalu mengeluarkan sebuah laporan atau pengumuman tentang sekitar 10 pegawai negeri sipil atau PNS yang baru berusia antara 28 hingga 38 tahun, namun sudah memiliki tabungan yang mencengangkan karena jumlahnya sudah mencapai miliaran rupiah.
Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso beberapa hari lalu mengungkapkan bahwa dua dari 10 PNS muda itu baru berusia sekitar 28 tahun, yakni seorang pria dan wanita. Namun rekening pegawai muda itu sudah sangat menakjubkan karena berjumlah miliaran rupiah. Uang itu diduga berasal dari rekayasa proyek yang kemudian ditransfer ke rekening keluarganya.
Untuk menyamarkan uang yang diduga hasil korupsi itu, maka ada pegawai pemerintah itu yang "membeli" premi asuransi bagi anak bayinya yang baru berumur lima bulan. Tindakan ini bisa dikenakan sanksi pencucian uang, kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso.
Adalah korelasi atau hubungan antara cerita sang jenderal dengan data PPATK tersebut? Jika sang jenderal itu bergaji Rp7 juta tiap bulannya, maka hal itu adalah hal yang wajar sekali karena dia sudah puluhan tahun mengabdi kepada negara dan menjadi jenderal sehingga layak digaji jutaan rupiah. Tapi kalau seorang pegawai pemerintah baru berusia 28 tahun namun sudah memiliki rekening bank bernilai miliaran rupiah, maka bagaimana logika untuk menjelaskannya?
Kalau dia seorang sarjana SI atau S2 dengan masa kerja misalnya enam tahun maka pertanyaannya adalah berapa sih gajinya? Tentu bisa diperkirakan gajinya hanya atau baru sekitar Rp4 juta/bulan. Kalaupun dia memiliki tugas tambahan pada beberapa proyek pemerintah sehingga mendapat honor sehingga penghasilannya bertambah, maka tentu tidak akan terlalu besar.
Kalau karyawan itu sudah memiliki istri atau suami dengan beberapa putra dan putri maka logikanya adalah sebagian besar penghasilannya itu habis dipakai untuk membiayai kehidupan sehari-harinya. Nah pertanyannya adalah dari mana asal uang miliran rupiah itu?
Orang bisa saja mengatakan bahwa dia memiliki warisan dari orang tua atau mertuanya. Akan tetapi, kalau benar uang itu adalah hasil warisan bernilai miliaran rupiah, maka pertanyaannya adalah untuk apalagi dia bekerja sebagai seorang PNS yang gajinya memang "minim"? Kalau tabungannya miliaran bahkan belasan miliaran rupiah, maka sebenarnya sang PNS cukup menaruhnya dalam deposito di satu bank dan dia hidup dari bunganya saja yang pasti sangat lumayan.
Atau kalau sang pegawai cukup cerdik, maka sebagian hasil warisan itu disimpan di bank dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk berbisnis sesuai dengan kemampuan atau pengetahuannya.
Hasil korupsi?
Seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Siti Zuhro ketika mengomentari kasus PNS muda dengan uang tabungan miliaran rupiah itu, mengatakan dugaan korupsi yang dilontarkan Wakil Ketua PPATK itu adalah cukup masuk akal atau rasional.
Bahkan Siti Zuhro mengingatkan bahwa tidak mungkin seorang pegawai pemerintah bisa korupsi tanpa pengetahuan atasan atau pimpinannya. Tanpa "restu" sang pimpinan, maka mustahil korupsi bisa berlangsung di satu instansi pemerintah, katanya.
Dasar pikiran Siti Zuhro adalah masuk akal, karena kalau seorang pegawai misalnya menaruh uang negara di bank atas namanya sendiri maka tidak mungkin sang atasan atau bos tak mengetahuinya. Bahkan bisa saja sang pemimpin itu juga "kecipratan" yang tentu saja bisa diperkirakan nilainya tidak kecil.
Ungkapan data dan fakta PPATK itu juga menarik perhatian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi, Azwar Abubakar, yang belum dua bulan menjadi menteri.
Bahkan Azwar mendesak PPATK untuk mengumumkan saja identitas 10 PNS muda itu secara terbuka sehingga mereka bisa diajukan ke "meja hijau" atau pengadilan.
"Diteliti saja dan diproses," kata politisi sebuah partai politik ini yang kini masuk ke dalam jajaran Kabinet prIndonesia Bersatu.
Selain itu, rakyat juga bisa bertanya kepada atasan para pegawai yang diduga korupsi ini bagaimana prosesnya sehingga kaum muda itu sudah dilibatkan untuk ikut serta mengendalikan atau melaksanakan proyek yang nilainya tentu saja belasan hingga puluhan miliar rupiah.
Apakah disana diberlakukan sistem pengawasan yang sangat ketat terhadap setiap rupiah yang masuk dan keluar. Kalau sistem pengawasan atau pemantauan yang tidak ketat dibiarkan maka tentu saja terbuka peluang besar bagi pegawai-pegawai muda ini untuk belajar sehingga mahir berkorupsi.
Pertanyaan tentang sistem pemantauan itu wajar muncul, karena Wakil Ketua PPATK itu mengungkapkan bahwa setiap menjelang akhir tahun terungkap fakta para pemegang uang itu baik di tingkat pusat maupun daerah terbiasa untuk mentransfer uang negara itu ke rekening istri atau anak-anaknya.
Kasus 10 PNS muda ini juga mengundang komentar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK, yakni Wakil Ketua Haryono Umar.
"Saya ragu bahwa mereka (PNS-PNS muda itu, red) mendapatkannya sendirian. Apa mungkin seorang PNS muda berani bertindak sendirian? tanya Haryono Umar yang akan segera mengakhiri masa jabatannya.
Beberapa bulan lalu, muncul juga berita atau kabar bahwa sejumlah jenderal di lingkungan Polri memiliki "rekening yang sangat gendut". Namun kemudian desas-desus itu "dibantah" oleh pimpinan Polri sehingga akhirnya kasus ini hilang bagaikan" ditelan bumi".
Karena PPATK merupakan lembaga yang sangat dihormati dan disegani maka tentu saja pengungkapan kasus 10 PNS itu pasti benar apa adanya. Sebentara lagi pimpinan KPK yang baru akan dilantik sehingga sangat pantas dan tidak berlebihan bila masalah 10 PNS muda itu terus dibongkar hingga tuntas.
Kalau tidak nantinya, kasus PNS-PNS muda ini juga akan "hilang" dengan sendirinya seperti kasus di Polri. Tentu hal ini tidak diharapkan sama sekali oleh mayoritas bangsa ini. (ANT)
Rabu, 07 Desember 2011
JATIM TERTINGGI KASUS HIV/AIDS
INDUSTRI ASURANSI PENGGERAK EKONOMI BANGSA
Dengan pertumbuhan rata-rata dua digit sampai dengan 2014, maka total aset industri asuransi jiwa diperkirakan dapat mencapai Rp500 triliun. Sampai saat ini total aset industri jiwa telah mencapai Rp249 triliun. Rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, karena penduduk Indonesia belum "melek" risiko hidup, sehingga jumlah warga yang mengikuti asuransi masih sangat kecil dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. Tingkat pendidikan yang masih rendah dan belum adanya aturan yang memaksa diterapkannya sistem jaminan sosial merupakan faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri ini di dalam negeri. Pengamat asuransi, Hendrisman Rahim mengatakan, industri asuransi di Indonesia merupakan salah satu pilar ekonomi bangsa, karena mendorong ekonomi nasional tumbuh berkelanjutan.
Industri asuransi saat ini memiliki aset pada 2014 mencapai Rp500 triliun yang selalu meningkatkan efisiensi infrastruktur keuangan dan membawa seluruh perusahaan menjadi pemain dalam industri ini, katanya di Jakarta. Hendrisman yang juga Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan, pertumbuhan industri asuransi ini ditopang oleh luasnya populasi penduduk, tingkat konsentrasi pasar yang masih rendah dan penetrasi pasar yang belum besar. Apalagi Indonesia baru memiliki 45 perusahaan asuransi jiwa dan empat perusahaan reasuransi, katanya. Ditanya dengan masuknya pemain baru, Hendrisman Rahim mengatakan, "pemain baru" itu dirangkul menjadi mitra usaha meski pasar makin sempit. Dengan adanya pemain baru maka industri asuransi akan makin kompetitif untuk nasabah baru dengan membentuk agen-agen yang lebih canggih, ucapnya. Ia mengatakan, AAJI menargetkan pada 2014 akan memiliki 500.000 agen asuransi jiwa yang profesional. Para agen itu akan ditingkatkan kemampuannya dalam industri tersebut sebagai penyedia lapangan pekerjaan, katanya.
Hal ini, lanjut dia dikaitkan dengan masih rendah penetrasi asuransi jiwa dan kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi juga masih belum tinggi. Kemudian liberalisasi sektor keuangan termasuk asuransi serta beban kenaikan jumlah penduduk yang berusia lanjut, ucapnya. Kemampuan masyarakat mengikuti asuransi memang belum tinggi bukan saja karena mayoritas belum memiliki produk asuransi, tetapi juga karena kebutuhan perlindungan yang mereka miliki selisihnya sangat besar dibandingkan dengan dana yang dimiliki. Direktur Utama AIA Financial, Peter J Crewe di Jakarta mengatakan, selisih antara kebutuhan proteksi dan dana yang dimiliki masyarakat mencapai Rp105,7 juta per keluarga. "Kami mengerti bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memiliki selisih antara kepemilikan dana dan rata-rata dana yang dibutuhkan cukup signifikan, yaitu 77 persen. Artinya, rata-rata hanya memiliki persiapan 23 persen, sehingga kurang optimal," kata Crewe. Survei yang digagas AIA sejak Juli-September 2011 dengan melibatkan 1.208 responden di 10 kota, menurut Crewe, merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk memberikan perlindungan yang optimal serta merespon kebutuhan proteksi masyarakat. Selain itu, survei diharapkan memberi ilustrasi kebutuhan proteksi masyarakat dalam mengantisipasi risiko di masa mendatang seperti rawat inap, kecelakaaan yang mengakibatkan cacat tubuh, serta perawatan atas penyakit kritis dan kematian. Hasil survei juga menunjukkan bahwa 60 persen responden sama sekali belum memiliki asuransi atau dana cadangan untuk melindungi diri sendiri maupun keluarganya.
Belum melek Dalam kesempatan itu, pengamat asuransi dari Univeritas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, karena penduduk Indonesia belum "melek" risiko hidup, sehingga jumlah warga yang mengikuti asuransi masih sangat kecil dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. "Persepsi masyarakat Indonesia masih menganggap risiko itu di tangan Tuhan. Mayoritas masih berpikiran jangka pendek dan belum peduli risiko," kata Thabrany. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI itu, hal tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang masih rendah dan belum adanya aturan yang memaksa diterapkannya sistem jaminan sosial. Chief Marketing Officer AIA Financial, Ade Bungsu, mengatakan hasil survei menunjukkan kebutuhan proteksi satu keluarga rata-rata mencapai Rp137,21 juta, sementara dana darurat (emergency funds) yang mereka siapkan hanya Rp31,48 juta. "Secara nasional, kesenjangan perlindungan untuk seluruh keluarga Indonesia diperkirakan mencapai Rp6,128 triliun," kata Ade.
Kesenjangan itu terus bertambah karena biaya kesehatan di Indonesia meningkat sebesar 10 hingga 14 persen dalam dua tahun terakhir. Dia menambahkan, dari keseluruhan keluarga , hanya 10,5 juta keluarga yang terlindungi oleh asuransi, sementara secara individual, 60 persen individu belum memiliki asuransi. "Dari total penghasilan mereka yang dibelikan produk asuransi hanya 10 persen, sedangkan untuk tabungan dan investasi 18 persen," kata Ade. Dengan fakta masih besarnya "protection gap", serta penetrasi asuransi yang masih rendah, dia mengajak masyarakat Indonesia semakin peduli terhadap kebutuhan proteksi diri dan keluarga melalui perencanaan keuangan yang matang. Karena itu, menurut dia industri asuransi akan terus meningkat yang tumbuh antara antara 25 persen hingga 30 persen. Selain itu memperkuat kebijakan dalam pendekatan pasar dan peluang pasar lainnya seperti produk syariah akan terus tumbuh sebagai salah satu bisnis potensial, katanya. Baca Selengkapnya