Jumat, 09 Desember 2011

MANFAATKAN KELEMAHAN KEUANGAN NEGARA


Seorang perwira tinggi TNI Angkatan Darat ketika menjadi sekretaris militer kepresidenan antara tahun 2002-2004 pernah bercerita sambil tersenyum-senyum tentang gaji yang diperolehnya dari negara.

"Gaji saya sebagai seorang mayor jenderal adalah sekitar Rp7 juta tiap bulannya," kata purnawirawan tersebut yang kini duduk sebagai wakil rakyat di DPR mewakili sebuah partai politik besar. Sekalipun mengaku gajinya sudah jutaan rupiah per bulannya, ia menyebutkan jumlah itu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena beberapa anaknya sedang sekolah dan berkuliah.

Apa sih menariknya cerita tentang gaji seorang jenderal tersebut?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK beberapa hari lalu mengeluarkan sebuah laporan atau pengumuman tentang sekitar 10 pegawai negeri sipil atau PNS yang baru berusia antara 28 hingga 38 tahun, namun sudah memiliki tabungan yang mencengangkan karena jumlahnya sudah mencapai miliaran rupiah.

Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso beberapa hari lalu mengungkapkan bahwa dua dari 10 PNS muda itu baru berusia sekitar 28 tahun, yakni seorang pria dan wanita. Namun rekening pegawai muda itu sudah sangat menakjubkan karena berjumlah miliaran rupiah. Uang itu diduga berasal dari rekayasa proyek yang kemudian ditransfer ke rekening keluarganya.

Untuk menyamarkan uang yang diduga hasil korupsi itu, maka ada pegawai pemerintah itu yang "membeli" premi asuransi bagi anak bayinya yang baru berumur lima bulan. Tindakan ini bisa dikenakan sanksi pencucian uang, kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso.

Adalah korelasi atau hubungan antara cerita sang jenderal dengan data PPATK tersebut? Jika sang jenderal itu bergaji Rp7 juta tiap bulannya, maka hal itu adalah hal yang wajar sekali karena dia sudah puluhan tahun mengabdi kepada negara dan menjadi jenderal sehingga layak digaji jutaan rupiah. Tapi kalau seorang pegawai pemerintah baru berusia 28 tahun namun sudah memiliki rekening bank bernilai miliaran rupiah, maka bagaimana logika untuk menjelaskannya?
Kalau dia seorang sarjana SI atau S2 dengan masa kerja misalnya enam tahun maka pertanyaannya adalah berapa sih gajinya? Tentu bisa diperkirakan gajinya hanya atau baru sekitar Rp4 juta/bulan. Kalaupun dia memiliki tugas tambahan pada beberapa proyek pemerintah sehingga mendapat honor sehingga penghasilannya bertambah, maka tentu tidak akan terlalu besar.

Kalau karyawan itu sudah memiliki istri atau suami dengan beberapa putra dan putri maka logikanya adalah sebagian besar penghasilannya itu habis dipakai untuk membiayai kehidupan sehari-harinya. Nah pertanyannya adalah dari mana asal uang miliran rupiah itu?
Orang bisa saja mengatakan bahwa dia memiliki warisan dari orang tua atau mertuanya. Akan tetapi, kalau benar uang itu adalah hasil warisan bernilai miliaran rupiah, maka pertanyaannya adalah untuk apalagi dia bekerja sebagai seorang PNS yang gajinya memang "minim"? Kalau tabungannya miliaran bahkan belasan miliaran rupiah, maka sebenarnya sang PNS cukup menaruhnya dalam deposito di satu bank dan dia hidup dari bunganya saja yang pasti sangat lumayan.

Atau kalau sang pegawai cukup cerdik, maka sebagian hasil warisan itu disimpan di bank dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk berbisnis sesuai dengan kemampuan atau pengetahuannya.


Hasil korupsi?
Seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Siti Zuhro ketika mengomentari kasus PNS muda dengan uang tabungan miliaran rupiah itu, mengatakan dugaan korupsi yang dilontarkan Wakil Ketua PPATK itu adalah cukup masuk akal atau rasional.

Bahkan Siti Zuhro mengingatkan bahwa tidak mungkin seorang pegawai pemerintah bisa korupsi tanpa pengetahuan atasan atau pimpinannya. Tanpa "restu" sang pimpinan, maka mustahil korupsi bisa berlangsung di satu instansi pemerintah, katanya.

Dasar pikiran Siti Zuhro adalah masuk akal, karena kalau seorang pegawai misalnya menaruh uang negara di bank atas namanya sendiri maka tidak mungkin sang atasan atau bos tak mengetahuinya. Bahkan bisa saja sang pemimpin itu juga "kecipratan" yang tentu saja bisa diperkirakan nilainya tidak kecil.

Ungkapan data dan fakta PPATK itu juga menarik perhatian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi, Azwar Abubakar, yang belum dua bulan menjadi menteri.

Bahkan Azwar mendesak PPATK untuk mengumumkan saja identitas 10 PNS muda itu secara terbuka sehingga mereka bisa diajukan ke "meja hijau" atau pengadilan.

"Diteliti saja dan diproses," kata politisi sebuah partai politik ini yang kini masuk ke dalam jajaran Kabinet prIndonesia Bersatu.

Selain itu, rakyat juga bisa bertanya kepada atasan para pegawai yang diduga korupsi ini bagaimana prosesnya sehingga kaum muda itu sudah dilibatkan untuk ikut serta mengendalikan atau melaksanakan proyek yang nilainya tentu saja belasan hingga puluhan miliar rupiah.

Apakah disana diberlakukan sistem pengawasan yang sangat ketat terhadap setiap rupiah yang masuk dan keluar. Kalau sistem pengawasan atau pemantauan yang tidak ketat dibiarkan maka tentu saja terbuka peluang besar bagi pegawai-pegawai muda ini untuk belajar sehingga mahir berkorupsi.

Pertanyaan tentang sistem pemantauan itu wajar muncul, karena Wakil Ketua PPATK itu mengungkapkan bahwa setiap menjelang akhir tahun terungkap fakta para pemegang uang itu baik di tingkat pusat maupun daerah terbiasa untuk mentransfer uang negara itu ke rekening istri atau anak-anaknya.

Kasus 10 PNS muda ini juga mengundang komentar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK, yakni Wakil Ketua Haryono Umar.

"Saya ragu bahwa mereka (PNS-PNS muda itu, red) mendapatkannya sendirian. Apa mungkin seorang PNS muda berani bertindak sendirian? tanya Haryono Umar yang akan segera mengakhiri masa jabatannya.

Beberapa bulan lalu, muncul juga berita atau kabar bahwa sejumlah jenderal di lingkungan Polri memiliki "rekening yang sangat gendut". Namun kemudian desas-desus itu "dibantah" oleh pimpinan Polri sehingga akhirnya kasus ini hilang bagaikan" ditelan bumi".

Karena PPATK merupakan lembaga yang sangat dihormati dan disegani maka tentu saja pengungkapan kasus 10 PNS itu pasti benar apa adanya. Sebentara lagi pimpinan KPK yang baru akan dilantik sehingga sangat pantas dan tidak berlebihan bila masalah 10 PNS muda itu terus dibongkar hingga tuntas.

Kalau tidak nantinya, kasus PNS-PNS muda ini juga akan "hilang" dengan sendirinya seperti kasus di Polri. Tentu hal ini tidak diharapkan sama sekali oleh mayoritas bangsa ini. (ANT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)