Rabu, 07 Desember 2011

INDUSTRI ASURANSI PENGGERAK EKONOMI BANGSA

Industri asuransi di dalam negeri merupakan salah satu motor penggerak ekonomi nasional sehingga tumbuh berkelanjutan bahkan industri ini pada 2012 optimis akan dapat tumbuh lebih dari 30 persen. Peningkatan pertumbuhan tersebut dipacu oleh meningkatnya pangsa pasar di segmen kelas menengah hingga bawah, dimana populasi masyarakat Indonesia terbesar nomor empat di dunia dengan jumlah 238 juta jiwa. Makin tumbuhnya industri asuransi ini karena tingkat konsentrasi pasar dan penetrasi asuransi jiwa yang masih rendah. Kondisi ini mengakibatkan sejumlah negara berminat untuk masuk ke Indonesia membuka usaha dibidang asuransi yang pasarnya dinilai masih cukup besar. 

Dengan pertumbuhan rata-rata dua digit sampai dengan 2014, maka total aset industri asuransi jiwa diperkirakan dapat mencapai Rp500 triliun. Sampai saat ini total aset industri jiwa telah mencapai Rp249 triliun. Rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, karena penduduk Indonesia belum "melek" risiko hidup, sehingga jumlah warga yang mengikuti asuransi masih sangat kecil dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. Tingkat pendidikan yang masih rendah dan belum adanya aturan yang memaksa diterapkannya sistem jaminan sosial merupakan faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri ini di dalam negeri. Pengamat asuransi, Hendrisman Rahim mengatakan, industri asuransi di Indonesia merupakan salah satu pilar ekonomi bangsa, karena mendorong ekonomi nasional tumbuh berkelanjutan. 

Industri asuransi saat ini memiliki aset pada 2014 mencapai Rp500 triliun yang selalu meningkatkan efisiensi infrastruktur keuangan dan membawa seluruh perusahaan menjadi pemain dalam industri ini, katanya di Jakarta. Hendrisman yang juga Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan, pertumbuhan industri asuransi ini ditopang oleh luasnya populasi penduduk, tingkat konsentrasi pasar yang masih rendah dan penetrasi pasar yang belum besar. Apalagi Indonesia baru memiliki 45 perusahaan asuransi jiwa dan empat perusahaan reasuransi, katanya. Ditanya dengan masuknya pemain baru, Hendrisman Rahim mengatakan, "pemain baru" itu dirangkul menjadi mitra usaha meski pasar makin sempit. Dengan adanya pemain baru maka industri asuransi akan makin kompetitif untuk nasabah baru dengan membentuk agen-agen yang lebih canggih, ucapnya. Ia mengatakan, AAJI menargetkan pada 2014 akan memiliki 500.000 agen asuransi jiwa yang profesional. Para agen itu akan ditingkatkan kemampuannya dalam industri tersebut sebagai penyedia lapangan pekerjaan, katanya. 

Hal ini, lanjut dia dikaitkan dengan masih rendah penetrasi asuransi jiwa dan kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi juga masih belum tinggi. Kemudian liberalisasi sektor keuangan termasuk asuransi serta beban kenaikan jumlah penduduk yang berusia lanjut, ucapnya. Kemampuan masyarakat mengikuti asuransi memang belum tinggi bukan saja karena mayoritas belum memiliki produk asuransi, tetapi juga karena kebutuhan perlindungan yang mereka miliki selisihnya sangat besar dibandingkan dengan dana yang dimiliki. Direktur Utama AIA Financial, Peter J Crewe di Jakarta mengatakan, selisih antara kebutuhan proteksi dan dana yang dimiliki masyarakat mencapai Rp105,7 juta per keluarga. "Kami mengerti bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memiliki selisih antara kepemilikan dana dan rata-rata dana yang dibutuhkan cukup signifikan, yaitu 77 persen. Artinya, rata-rata hanya memiliki persiapan 23 persen, sehingga kurang optimal," kata Crewe. Survei yang digagas AIA sejak Juli-September 2011 dengan melibatkan 1.208 responden di 10 kota, menurut Crewe, merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk memberikan perlindungan yang optimal serta merespon kebutuhan proteksi masyarakat. Selain itu, survei diharapkan memberi ilustrasi kebutuhan proteksi masyarakat dalam mengantisipasi risiko di masa mendatang seperti rawat inap, kecelakaaan yang mengakibatkan cacat tubuh, serta perawatan atas penyakit kritis dan kematian. Hasil survei juga menunjukkan bahwa 60 persen responden sama sekali belum memiliki asuransi atau dana cadangan untuk melindungi diri sendiri maupun keluarganya. 

Belum melek Dalam kesempatan itu, pengamat asuransi dari Univeritas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, karena penduduk Indonesia belum "melek" risiko hidup, sehingga jumlah warga yang mengikuti asuransi masih sangat kecil dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. "Persepsi masyarakat Indonesia masih menganggap risiko itu di tangan Tuhan. Mayoritas masih berpikiran jangka pendek dan belum peduli risiko," kata Thabrany. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI itu, hal tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang masih rendah dan belum adanya aturan yang memaksa diterapkannya sistem jaminan sosial. Chief Marketing Officer AIA Financial, Ade Bungsu, mengatakan hasil survei menunjukkan kebutuhan proteksi satu keluarga rata-rata mencapai Rp137,21 juta, sementara dana darurat (emergency funds) yang mereka siapkan hanya Rp31,48 juta. "Secara nasional, kesenjangan perlindungan untuk seluruh keluarga Indonesia diperkirakan mencapai Rp6,128 triliun," kata Ade. 

Kesenjangan itu terus bertambah karena biaya kesehatan di Indonesia meningkat sebesar 10 hingga 14 persen dalam dua tahun terakhir. Dia menambahkan, dari keseluruhan keluarga , hanya 10,5 juta keluarga yang terlindungi oleh asuransi, sementara secara individual, 60 persen individu belum memiliki asuransi. "Dari total penghasilan mereka yang dibelikan produk asuransi hanya 10 persen, sedangkan untuk tabungan dan investasi 18 persen," kata Ade. Dengan fakta masih besarnya "protection gap", serta penetrasi asuransi yang masih rendah, dia mengajak masyarakat Indonesia semakin peduli terhadap kebutuhan proteksi diri dan keluarga melalui perencanaan keuangan yang matang. Karena itu, menurut dia industri asuransi akan terus meningkat yang tumbuh antara antara 25 persen hingga 30 persen. Selain itu memperkuat kebijakan dalam pendekatan pasar dan peluang pasar lainnya seperti produk syariah akan terus tumbuh sebagai salah satu bisnis potensial, katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)